Monday, March 5, 2007

Makin Lesu, Bisnis Hasil Kerajinan Perak Kotagede

Kompas, Yogyakarta, Rabu, 18 Februari 2004 — Bisnis kerajinan perak di Kotagede, Yogyakarta, semakin lesu sejak pertengahan tahun 2003. Kondisi ini dipicu oleh makin berkurangnya kunjungan wisatawan asing yang khawatir dengan situasi keamanan Indonesia. Akibatnya, omzet para pedagang dan perajin anjlok hingga 50 persen, melebihi penurunan penjualan pada tahun-tahun sebelumnya. Demikian hasil pemantauan terhadap sejumlah pedagang dan perajin perak di Kelurahan Jagalan, Kecamatan Kotagede, Selasa (17/2). Mereka berharap, Pemilu 2004 akan menghasilkan pemerintahan baru yang bisa menciptakan keamanan sehingga dapat menarik minat wisatawan asing untuk kembali mengunjungi negeri ini. Selasa siang, beberapa toko kerajinan perak di Kelurahan Jagalan tampak lengang. Hanya beberapa wisatawan domestik yang berkunjung, melihat-lihat, dan pergi lagi. Pemilik Toko Bima Silver Smith, Jumiran (47), mengatakan, bisnis kerajinan perak mulai benar-benar anjlok sejak pertengahan tahun 2003. "Pada awal 1990-an, saya bisa dapat Rp 60 juta per bulan. Tetapi, pendapatan itu menurun ketika ada krisis tahun 1998. Setelah peledakan bom di Bali, dan bom Marriott, Jakarta, praktis pendapatan sebulan hanya sekitar Rp 25 juta. Itu pun saya harus tekor sekitar Rp 4 juta setiap bulan," katanya. Pria yang menjadi perajin sejak tahun 1970-an itu mempekerjakan 30-an perajin dengan bahan baku 25 kilogram (kg) perak per bulan pada tahun 1990-an. Tetapi, sejak tahun 2000, dia hanya mempekerjakan 10 perajin dan membutuhkan satu kg perak sebulan. Minim desain Lesunya kerajinan perak di Kotagede juga disebabkan belum berkembangnya desain kerajinan. Ekspor kerajinan perak di Harto Suharjo (HS) Silver, misalnya, turun 20 persen sejak tahun 2002. Menurut Manajer Pemasaran HS Silver Iskandar, selama ini pembuatan desain perak mengandalkan kreativitas perajin dan pengusaha. "Desain kami cenderung monoton, padahal pasar menghendaki desain yang kontemporer," katanya. Hal senada dikemukakan Irsyam Sigit Wibowo, salah satu pemegang saham HS Silver. Desain perak di HS Silver cenderung tidak berkembang karena mempertahankan desain-desain lama. "Para perajin terkadang mengeluh ketika mengerjakan desain yang baru," kata Irsyam. Toko perak yang didirikan Harto Suharjo tahun 1954 itu menjual perak secara eceran maupun grosir. Harga produk kerajinan perak berkisar antara Rp 12.000-Rp 78.000.000. Humas HS Silver Titik Flaherty menambahkan, HS Silver selama ini cenderung mengandalkan promosi dari pelanggan ke pelanggan. Sejak tahun 2003 HS Silver mempromosikan produknya ke berbagai instansi, seperti hotel dan tempat wisata. Dengan demikian, pembeli dari wisatawan lokal meningkat 20 persen. (K03/K05/K07)